Wednesday, May 20, 2015

 

     Globalisasi didefinisikan sebagai semua proses yang merujuk kepada penyatuan seluruh warga dunia menjadi sebuah kelompok masyarakat global. Namun, pada kenyataannya globalisasi merupakan penyatuan semu, karena nilai-nilai ekonomi, sosial, dan budaya didominasi nilai-nilai yang sebenarnya asing bagi masyarakat dunia.

Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia”. Suatu entitas, betapapun, dimanapun, kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, pembangunan, pemberontakan, dan sebagainya, begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di dunia.

Kekuatan globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu pada 4 kekuatan global, yaitu:
1. Kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.
2. Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek.
3. Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.
4. Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi.


        Kemajuan iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai contoh, berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta membuka program kelas internasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Inilah yang dimaksud dengan globalisasi pendidikan.
Dampak Positif dan Negative Globalisasi Pendidikan
* Dampak positif globalisasi pendidikan:

a.    Semakin mudahnya akses informasi.

b.  Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar Internasional dalam bidang pendidikan.

c.  Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan       negara-negara lain.

d.   Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.

e.  Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan karena perkembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan akan sangat pesat.

* Dampak negative globalisasi pendidikan:

a.   Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.

b.   Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi, yang 
      berdampak munculnya “tradisi serba instant”.

c.   Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan didalam dunia pendidikan.

d.   Semakin terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya dari luar.

e.  Globalisasi mengakibatkan melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.

Pentingnya Wawasan Perspektif Global Dalam Pengelolaan Pendidikan


         Dalam menghadapi globalisasi tanpa adanya persiapan yang kuat maka globalisasi akan menjadi sesuatu yang menakutkan dan akan berubah menjadi sesuatu yang negatif. Cara untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi globalisasi ini adalah dengan cara meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan. Cara untuk meningkatkan dan memperluas wawasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan.

        Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan pendidikan dengan wawasan global.
        Meningkatkan dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global. Menurut Makagiansar (Mimbar Pendidikan, 1989) agar dapat meningkatkan wawasan global, maka pendidikan memegang peranan penting. Melalui pendidikan maka seseorang harus mampu mengembangkan 4 hal berikut:
1.  Kemampuan mengantisipasi (anticipate), artinya pendidikan berusaha menyiapkan anak   
   didik untuk dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK yang begitu cepat.
2. Mengerti dan mengatasi situasi (cope), artinya dapat mengembangkan kemampuan dan sikap peserta didik untuk menangani dan berhadapan dengan situasi baru. Rasa kepedulian terhadap suatu masalah serta keinginan untuk mengatasi masalah merupakan faktor yang harus dikembangkan pada diri anak.
3. Mengakomodasi (acomodate), artinya dapat mengakomodasi perkembanagn IPTEK yang pesat dan segala perubahan yang ditimbulkannya. Dalam mengatasi (cope) dan mengakomodasi (acomodate) perlu dikembangkan sikap bahwa anak didik tidak larut oleh perubahan, tetapi ia harus mampu mengikuti dan mengendalikan perubahan agar tumbuh menjadi suatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan.
4.  Mereoriantasi (reorient), artinya persepsi dan wawasan tentang dunia perlu diorientasikan kembali karena perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang cepat sehingga memperoleh wawasan yang semakin luas.


    Perspektif global merupakan pandangan yang timbul dari kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu selalu berkaitan dengan isu global. Orang sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi diri dari pengaruh global. Manusia merupakan bagian dari pergerakan dunia, oleh karena itu harus memperhatikan kepentingan sesama warga dunia. Tujuan umum pengetahuan tentang perspektif global adalah selain untuk menambah wawasan juga untuk menghindarkan diri dari cara berpikir sempit, terkotak oleh batas-batas subyektif, primordial (lokalitas) seperti perbedaan warna kulit, ras, nasionalisme yang sempit, dsb.

      Dengan demikian pentingnya (urgensi) wawasan perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan seperti yang telah dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat menghindarkan diri dari cara berpikir sempit dan terkotak-kotak oleh batas subyektif sehingga pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Dapat membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan dan mana yang sekerdar untuk diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia.

Pandangan-pandangan terhadap Globalisasi Pendidikan

Pendidikan Indonesia seperti Zaman Batu di Era Globalisasi

Rabu, 27 Februari 2013 08:31 wib

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

          JAKARTA - Banyak bukti menunjukkan masih minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dari segi fasilitas, tercatat masih ratusan ribu sekolah rusak di penjuru Nusantara. Dari segi sistem, pemerintah masih mencari kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum lagi rendahnya mutu guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Ironis, padahal Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi nomor tiga tertinggi di Asia.

          Potret negatif pendidikan Tanah Air tersebut tidak luput dari kacamata dunia. Al-Jazeera, salah satu stasiun televisi berita dari Qatar, memotret buramnya dunia pendidikan Indonesia dalam reportase khusus 101 East. Seperti dilansir Al-Jazeera, Rabu (27/2/2013), reportase tersebut menyelidiki mengapa sistem pendidikan di Indonesia merupakan salah satu yang buruk di dunia.

            Liputan Al-Jazeera dititikberatkan pada cerita salah satu Pengajar Muda dari program Indonesia Mengajar besutan Anies Baswedan. Sarjana Teknik berusia 23 tahun ini meninggalkan kemewahan Jakarta untuk mengajar di daerah Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum diberangkatkan ke daerah Terluar, Terdepan, Tertinggal (3T) di seluruh Indonesia, para Pengajar Muda dibekali latihan bertahan hidup ala militer.

            Al Jazeera menyebut, belum lama ini Indonesia berada pada peringkat akhir dalam pemeringkatan taraf pendidikan yang menghitung tingkat literasi, hasil ujian, tingkat kelulusan dan parameter kunci lainnya dari 50 negara. Selain itu, hanya sepertiga dari 57 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Minimnya kondisi pendidikan di Indonesia juga diperparah dengan rendahnya mutu pengajar dan wabah korupsi di berbagai bidang.

            Para praktisi dan pengamat pendidikan menilai, sistem pendidikan Indonesia lebih menekankan pendidikan menghafal ketimbang berpikir kreatif. Budaya pengajaran satu arah, pendekatan kaku dalam pendidikan keagamaan, serta minimnya tugas membaca diidentifikasi sebagai persoalan-persoalan utama. 

            Para pakar pendidikan Indonesia menyatakan bahwa setengah dari jumlah guru di Tanah Air tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk mengajar dan 20 persen dari jumlah guru yang ada sering kali tidak menunaikan kewajiban mereka sebagai pengajar. Selain itu, banyak guru di sekolah negeri bekerja di luar sekolah untuk menambah penghasilan.

            Korupsi juga merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar fasilitas yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari korupsi, dengan 40 persen biaya operasional sekolah yang seharusnya menjadi jatah mereka "disunat" sebelum sampai ke ruang kelas.

            Sementara itu, jutaan dolar bantuan pendidikan digelontorkan berbagai negara asing untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Angka ini tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pendidikan dari APBN. Beberapa observer internasional juga mempertanyakan mengapa Indonesia masih mengandalkan pendanaan luar untuk pembangunan sekolah mengingat status Indonesia dari Bank Dunia sebagai negara dengan penghasilan menengah.

            Merespons berbagai kritik tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kurikulum baru sebagai usaha menyederhanakan pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, dan menciptakan lebih banyak doktor. Salah satu kontroversi yang bergulir seputar kurikulum baru ini adalah pengurangan jumlah belajar pendidikan sains, geografi dan bahasa Inggris di sekolah dasar, serta meningkatkan jumlah pendidikan nasionalisme dan patriotik.

            Banyak pendidik mempertimbangkan kondisi ini dapat mendorong Indonesia kembali ke "zaman batu" di era globalisasi. Mereka berpendapat, usia dini adalah saatnya memberikan berbagai formula pendidikan yang merangsang kemampuan berpikir anak-anak, terutama mengingat tingginya angka putus sekolah usai jenjang sekolah dasar ini.

            Tetapi pemerintah membela diri dengan menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan menyederhanakan sistem sekolah yang dikritik karena membebankan terlalu banyak subjek pelajaran kepada para siswa.

Mendikbud: Pendidikan RI Tidak Separah Itu

Jum'at, 01 Maret 2013 09:20 wib

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

JAKARTA - Meski tidak gusar dengan pemberitaan Aljazeera tentang potret buram pendidikan Indonesia, Mendikbud M Nuh menegaskan, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi.

            Pertama, kata Nuh, tidak mungkin hanya sepertiga dari total siswa di Indonesia yang menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam liputannya, Aljazeera menyebut, hanya sepertiga dari sekira 57 juta anak Indonesia yang menempuh pendidikan di sekolah menyelesaikan pendidikan dasar mereka.

            "Angka itu jelas tidak mungkin. Pasalnya, angka partisipasi kasar (APK) jenjang sekolah dasar (SD) saja sudah di atas 90 persen, bahkan mendekati 100 persen," ujar Nuh kepada Okezone.

            Mendikbud memaparkan, secara keseluruhan, APK semua jenjang pendidikan meningkat. Bahkan, APK pendidikan tinggi naik dari 23 ke 28 persen. Selain itu, tuturnya, persentase anak-anak miskin yang mengecap pendidikan tinggi pun naik dari 1,4 ke 4,4 persen. Ini semua, ujar Nuh, merupakan hasil program Kemendikbud dalam memperluas akses pendidikan bagi anak Indonesia.

            "Kami membuat program perluasan akses pendidikan sesuai lima kuantil ketidakmampuan ekonomi yakni dari termiskin hingga terkaya," imbuhnya.
            Persoalan kedua, kata Nuh, adalah tentang kondisi sekolah rusak di Indonesia. Aljazeera melansir, ratusan ribu sekolah di Tanah Air masih rusak. Salah satu penyebabnya adalah maraknya praktik korupsi di dunia pendidikan. Dana pembangunan sekolah pun diselewengkan oleh pihak sekolah, pejabat dinas pendidikan hingga kontraktor yang membangun sekolah.

            Nuh mengklaim, sejak 2011 lalu, Kemendikbud telah fokus merehabilitasi sekolah-sekolah yang rusak di penjuru Nusantara. "Sejak program tersebut diluncurkan, bisa dilihat, dalam dua hingga tiga tahun terakhir sekolah rusak sudah banyak berkurang. Jadi angka ratusan ribu sekolah rusak itu juga tidak benar," imbuhnya.

            Mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu menjelaskan, dalam memperbaiki kondisi pendidikan Indonesia, Kemendikbud mendasarkan program-programnya pada delapan standar pendidikan. Pada aspek pembiayaan, Kemendikbud telah menganggarkan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah.

            Perbaikan standar pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan melalui program sertifikasi, pendidikan lanjutan guru, dsb. Rehabilitasi gedung-gedung sekolah merupakan upaya perbaikan dalam standar sarana dan prasarana. Sementara itu, dari standar isi, kompetensi dan penilaian, perbaikan dilakukan melalui penerapan kurikulum baru.

            "Semua standar itu sekarang sedang dibenahi secara simultan. Kami tidak mengarang-ngarang beragam program perbaikan ini, tetapi mengacu kepada delapan standar pendidikan. Itu adalah fondasi dalam membangun pendidikan Indonesia," papar Nuh.

Jadi , Globalisasi merupakan suatu proses. Tidak terjadi secara spontan. Globalisasi ditandai dengan kaburnya batas geografis antar Negara. Dunia menjadi seperti sebuah kompleks perumahan. Sehingga informasi sekecil apapun dapat tersebar dengan segera. Geliat globalisasi tak hanya terlihat dalam dunia ekonomi, teknologi, komunikasi, transportasi serta politik Indonesia , tetapi juga mulai masuk dalam dunia pendidikan Indonesia. Globalisasi tak hanya membawa angin segar terhadap dunia pendidikan Indonesia karena telah memberi inspirasi kepada masyarakat pendidikan Indonesia untuk menciptakan terobosan-terobosan baru serta kemudahan-kemudahan dalam pengajaran. Tetapi juga memberikan dampak-dampak yang harus segera dihentikan agar tak semakin melebar bahayanya. Untuk mengatasi dampak-dampak negative tersebut diperlukan sikap tegas yaitu dengan menjadikan pancasila sebagai filter yang mampu menyaring setiap pengaruh dari luar yang masuk ke Indonesia serta memberikan bekal moral terhadap siswa-siswa agar tak hanya pandai dalam suatu bidang keilmuan tetapi juga berakhlak.

0 komentar:

Post a Comment

Blog Archive

Powered by Blogger.

Translate Here

About Me

Most Trending

Popular Posts

Widget