Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia”. Suatu entitas, betapapun,
dimanapun, kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik
berupa ide, gagasan, data, informasi, produksi, pembangunan, pemberontakan, dan
sebagainya, begitu disampaikan, saat itu pula diketahui oleh semua orang di
dunia.
Kekuatan globalisasi menurut analisis para ahli pada umumnya bertumpu pada
4 kekuatan global, yaitu:
1. Kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi dan inovasi-inovasi baru di
dalam teknologi yang mempermudah kehidupan manusia.2. Perdagangan bebas yang ditunjang oleh kemajuan iptek.
3. Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan bersama dari bangsa-bangsa tanpa mengenal batas negara.
4. Meningkatnya kesadaran terhadap hak-hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersama dalam alam demokrasi.
Kemajuan iptek yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebagai contoh, berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta membuka program kelas internasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Inilah yang dimaksud dengan globalisasi pendidikan.
Dampak Positif dan Negative Globalisasi Pendidikan
a. Semakin mudahnya akses informasi.
b. Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia
yang professional dan berstandar Internasional dalam bidang pendidikan.
c. Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia
bisa bersaing dengan negara-negara lain.
d. Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang
berkualitas dan mampu bersaing.
e. Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan karena perkembangan ilmu
pengetahuan dalam pendidikan akan sangat pesat.
a. Dunia pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para
pemilik modal.
b. Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada
teknologi, yang
berdampak munculnya “tradisi serba instant”.
c. Globalisasi akan melahirkan suatu golongan-golongan
didalam dunia pendidikan.
d. Semakin terkikisnya kebudayaan akibat masuknya budaya
dari luar.
e. Globalisasi mengakibatkan melonggarnya kekuatan
kontrol pendidikan oleh negara.
Pentingnya Wawasan Perspektif Global Dalam Pengelolaan Pendidikan
Dalam menghadapi globalisasi tanpa
adanya persiapan yang kuat maka globalisasi akan menjadi sesuatu yang menakutkan
dan akan berubah menjadi sesuatu yang negatif. Cara untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi globalisasi ini adalah dengan cara meningkatkan kesadaran dan
memperluas wawasan. Cara untuk meningkatkan dan memperluas wawasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, dan cara yang paling efektif adalah melalui
pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa,
bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting
artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di
masa depan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk peningkatan kualitas
pendidikan tersebut adalah dengan pengelolaan pendidikan dengan wawasan global.
Meningkatkan dan memperluas wawasan
global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global. Menurut
Makagiansar (Mimbar Pendidikan, 1989) agar dapat meningkatkan wawasan global,
maka pendidikan memegang peranan penting. Melalui pendidikan maka seseorang
harus mampu mengembangkan 4 hal berikut:1. Kemampuan mengantisipasi (anticipate), artinya pendidikan berusaha menyiapkan anak
didik untuk dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK yang begitu cepat.
2. Mengerti dan mengatasi situasi (cope), artinya dapat mengembangkan kemampuan dan sikap peserta didik untuk menangani dan berhadapan dengan situasi baru. Rasa kepedulian terhadap suatu masalah serta keinginan untuk mengatasi masalah merupakan faktor yang harus dikembangkan pada diri anak.
3. Mengakomodasi (acomodate), artinya dapat mengakomodasi perkembanagn IPTEK yang pesat dan segala perubahan yang ditimbulkannya. Dalam mengatasi (cope) dan mengakomodasi (acomodate) perlu dikembangkan sikap bahwa anak didik tidak larut oleh perubahan, tetapi ia harus mampu mengikuti dan mengendalikan perubahan agar tumbuh menjadi suatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan.
4. Mereoriantasi (reorient), artinya persepsi dan wawasan tentang dunia perlu diorientasikan kembali karena perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang cepat sehingga memperoleh wawasan yang semakin luas.
Perspektif global merupakan pandangan yang timbul dari
kesadaran bahwa dalam kehidupan ini segala sesuatu selalu berkaitan dengan isu
global. Orang sudah tidak memungkinkan lagi bisa mengisolasi diri dari pengaruh
global. Manusia merupakan bagian dari pergerakan dunia, oleh karena itu harus
memperhatikan kepentingan sesama warga dunia. Tujuan umum pengetahuan tentang
perspektif global adalah selain untuk menambah wawasan juga untuk menghindarkan
diri dari cara berpikir sempit, terkotak oleh batas-batas subyektif, primordial
(lokalitas) seperti perbedaan warna kulit, ras, nasionalisme yang sempit, dsb.
Dengan demikian pentingnya (urgensi) wawasan
perspektif global dalam pengelolaan pendidikan ialah sebagai langkah upaya
dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan seperti yang
telah dituliskan sebelumnya, dengan wawasan perspektif global kita dapat
menghindarkan diri dari cara berpikir sempit dan terkotak-kotak oleh batas
subyektif sehingga pemikiran kita lebih berkembang. Kita dapat melihat sistem
pendidikan di negara lain yang telah maju dan berkembang. Dapat
membandingkannya dengan pendidikan di negara kita, mana yang dapat diterapkan
dan mana yang sekerdar untuk diketahui saja. Kita bisa mencontoh sistem
pendidikan yang baik di negara lain selama hal itu tidak bertentangan dengan
jati diri bangsa Indonesia.
Pandangan-pandangan terhadap Globalisasi Pendidikan
Pendidikan Indonesia seperti Zaman Batu di Era Globalisasi
Rabu, 27 Februari 2013 08:31 wib
Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone
JAKARTA - Banyak bukti menunjukkan
masih minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dari segi fasilitas, tercatat
masih ratusan ribu sekolah rusak di penjuru Nusantara. Dari segi sistem,
pemerintah masih mencari kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum
lagi rendahnya mutu guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut
memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Ironis, padahal Indonesia merupakan
negara dengan pertumbuhan ekonomi nomor tiga tertinggi di Asia.
Potret negatif pendidikan
Tanah Air tersebut tidak luput dari kacamata dunia. Al-Jazeera, salah
satu stasiun televisi berita dari Qatar, memotret buramnya dunia pendidikan
Indonesia dalam reportase khusus 101 East. Seperti dilansir Al-Jazeera,
Rabu (27/2/2013), reportase tersebut menyelidiki mengapa sistem pendidikan
di Indonesia merupakan salah satu yang buruk di dunia.
Liputan
Al-Jazeera dititikberatkan pada cerita salah satu Pengajar Muda dari
program Indonesia Mengajar besutan Anies Baswedan. Sarjana Teknik berusia 23
tahun ini meninggalkan kemewahan Jakarta untuk mengajar di daerah Tambora,
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum diberangkatkan ke daerah Terluar,
Terdepan, Tertinggal (3T) di seluruh Indonesia, para Pengajar Muda dibekali
latihan bertahan hidup ala militer.
Al
Jazeera menyebut, belum lama ini Indonesia berada pada peringkat akhir
dalam pemeringkatan taraf pendidikan yang menghitung tingkat literasi, hasil
ujian, tingkat kelulusan dan parameter kunci lainnya dari 50 negara. Selain
itu, hanya sepertiga dari 57 juta anak usia sekolah di Indonesia yang
menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Minimnya kondisi pendidikan di
Indonesia juga diperparah dengan rendahnya mutu pengajar dan wabah korupsi di
berbagai bidang.
Para
praktisi dan pengamat pendidikan menilai, sistem pendidikan Indonesia lebih menekankan
pendidikan menghafal ketimbang berpikir kreatif. Budaya pengajaran satu arah,
pendekatan kaku dalam pendidikan keagamaan, serta minimnya tugas membaca
diidentifikasi sebagai persoalan-persoalan utama.
Para
pakar pendidikan Indonesia menyatakan bahwa setengah dari jumlah guru di Tanah
Air tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk mengajar dan 20 persen dari
jumlah guru yang ada sering kali tidak menunaikan kewajiban mereka sebagai
pengajar. Selain itu, banyak guru di sekolah negeri bekerja di luar sekolah
untuk menambah penghasilan.
Korupsi
juga merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa
menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar fasilitas
yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption Watch (ICW)
mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari korupsi, dengan 40
persen biaya operasional sekolah yang seharusnya menjadi jatah mereka
"disunat" sebelum sampai ke ruang kelas.
Sementara
itu, jutaan dolar bantuan pendidikan digelontorkan berbagai negara asing untuk
memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Angka ini tidak sebanding dengan
jumlah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pendidikan dari APBN.
Beberapa observer internasional juga mempertanyakan mengapa Indonesia
masih mengandalkan pendanaan luar untuk pembangunan sekolah mengingat status
Indonesia dari Bank Dunia sebagai negara dengan penghasilan menengah.
Merespons
berbagai kritik tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kurikulum baru sebagai usaha
menyederhanakan pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, dan menciptakan
lebih banyak doktor. Salah satu kontroversi yang bergulir seputar kurikulum
baru ini adalah pengurangan jumlah belajar pendidikan sains, geografi dan
bahasa Inggris di sekolah dasar, serta meningkatkan jumlah pendidikan
nasionalisme dan patriotik.
Banyak
pendidik mempertimbangkan kondisi ini dapat mendorong Indonesia kembali ke
"zaman batu" di era globalisasi. Mereka berpendapat, usia dini adalah
saatnya memberikan berbagai formula pendidikan yang merangsang kemampuan
berpikir anak-anak, terutama mengingat tingginya angka putus sekolah usai
jenjang sekolah dasar ini.
Tetapi
pemerintah membela diri dengan menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan
menyederhanakan sistem sekolah yang dikritik karena membebankan terlalu banyak
subjek pelajaran kepada para siswa.
Mendikbud: Pendidikan RI Tidak Separah Itu
Jum'at,
01 Maret 2013 09:20 wib
Rifa
Nadia Nurfuadah – Okezone
JAKARTA - Meski tidak gusar dengan pemberitaan
Aljazeera tentang potret buram pendidikan Indonesia, Mendikbud M Nuh
menegaskan, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi.
Pertama, kata Nuh, tidak mungkin hanya sepertiga dari total siswa
di Indonesia yang menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam liputannya, Aljazeera
menyebut, hanya sepertiga dari sekira 57 juta anak Indonesia yang
menempuh pendidikan di sekolah menyelesaikan pendidikan dasar mereka.
"Angka itu jelas
tidak mungkin. Pasalnya, angka partisipasi kasar (APK) jenjang sekolah dasar
(SD) saja sudah di atas 90 persen, bahkan mendekati 100 persen," ujar Nuh
kepada Okezone.
Mendikbud memaparkan, secara
keseluruhan, APK semua jenjang pendidikan meningkat. Bahkan, APK pendidikan
tinggi naik dari 23 ke 28 persen. Selain itu, tuturnya, persentase anak-anak
miskin yang mengecap pendidikan tinggi pun naik dari 1,4 ke 4,4 persen. Ini
semua, ujar Nuh, merupakan hasil program Kemendikbud dalam memperluas akses pendidikan
bagi anak Indonesia.
"Kami membuat
program perluasan akses pendidikan sesuai lima kuantil ketidakmampuan ekonomi
yakni dari termiskin hingga terkaya," imbuhnya.
Persoalan kedua, kata Nuh, adalah tentang kondisi sekolah rusak di Indonesia. Aljazeera melansir, ratusan ribu sekolah di Tanah Air masih rusak. Salah satu penyebabnya adalah maraknya praktik korupsi di dunia pendidikan. Dana pembangunan sekolah pun diselewengkan oleh pihak sekolah, pejabat dinas pendidikan hingga kontraktor yang membangun sekolah.
Persoalan kedua, kata Nuh, adalah tentang kondisi sekolah rusak di Indonesia. Aljazeera melansir, ratusan ribu sekolah di Tanah Air masih rusak. Salah satu penyebabnya adalah maraknya praktik korupsi di dunia pendidikan. Dana pembangunan sekolah pun diselewengkan oleh pihak sekolah, pejabat dinas pendidikan hingga kontraktor yang membangun sekolah.
Nuh mengklaim, sejak
2011 lalu, Kemendikbud telah fokus merehabilitasi sekolah-sekolah yang rusak
di penjuru Nusantara. "Sejak program tersebut diluncurkan, bisa dilihat,
dalam dua hingga tiga tahun terakhir sekolah rusak sudah banyak berkurang. Jadi
angka ratusan ribu sekolah rusak itu juga tidak benar," imbuhnya.
Mantan rektor Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu menjelaskan, dalam memperbaiki kondisi pendidikan Indonesia,
Kemendikbud mendasarkan program-programnya pada delapan standar pendidikan.
Pada aspek pembiayaan, Kemendikbud telah menganggarkan dana bantuan operasional
sekolah (BOS) pada jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah.
Perbaikan standar
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan melalui program sertifikasi,
pendidikan lanjutan guru, dsb. Rehabilitasi gedung-gedung sekolah merupakan
upaya perbaikan dalam standar sarana dan prasarana. Sementara itu, dari standar
isi, kompetensi dan penilaian, perbaikan dilakukan melalui penerapan kurikulum
baru.
"Semua
standar itu sekarang sedang dibenahi secara simultan. Kami tidak
mengarang-ngarang beragam program perbaikan ini, tetapi mengacu kepada delapan
standar pendidikan. Itu adalah fondasi dalam membangun pendidikan
Indonesia," papar Nuh.
Jadi , Globalisasi merupakan suatu proses. Tidak
terjadi secara spontan. Globalisasi ditandai dengan kaburnya batas geografis
antar Negara. Dunia menjadi seperti sebuah kompleks perumahan. Sehingga
informasi sekecil apapun dapat tersebar dengan segera. Geliat globalisasi tak
hanya terlihat dalam dunia ekonomi, teknologi, komunikasi, transportasi serta
politik Indonesia , tetapi juga mulai masuk dalam dunia pendidikan Indonesia.
Globalisasi tak hanya membawa angin segar terhadap dunia pendidikan Indonesia
karena telah memberi inspirasi kepada masyarakat pendidikan Indonesia untuk
menciptakan terobosan-terobosan baru serta kemudahan-kemudahan dalam
pengajaran. Tetapi juga memberikan dampak-dampak yang harus segera dihentikan
agar tak semakin melebar bahayanya. Untuk mengatasi dampak-dampak negative
tersebut diperlukan sikap tegas yaitu dengan menjadikan pancasila sebagai
filter yang mampu menyaring setiap pengaruh dari luar yang masuk ke Indonesia
serta memberikan bekal moral terhadap siswa-siswa agar tak hanya pandai dalam suatu
bidang keilmuan tetapi juga berakhlak.
0 komentar:
Post a Comment